PELESTARIAN BUDAYA LOKAL SUKU MAKASSAR “ANGNGARU” DI KECAMATAN BONTONOMPO KABUPATEN GOWA

Authors

  • admin admin Universitas Terbuka
  • Patmawati Halim Universitas Terbuka
  • Muin Universitas Terbuka
  • M. Arifin Zaidin Universitas Terbuka

DOI:

https://doi.org/10.33830/prosidingsenmaster.v1i1.92

Keywords:

angngarru, bontonompo, budaya, lokal, makassar, pelestarian, pelatihan, suku

Abstract

Kabupaten Gowa merupakan salah satu kabupaten di bagian selatan Sulawesi Selatan yang berjarak kurang lebih 10 km dari Ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan, terletak di antara 505’ -5034.7’ Lintang Selatan (LS) dan 12033 19’-13015 17’ Bujur Timur (BT), dengan batas-batas administrasi: Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kota Makassar dan Kab. Maros . Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kab. Takalar dan Kab. Jeneponto. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kota Makassar dan Kab. Takalar. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kab. Sinjai, Kab. Bulukumba dan Kab. Bantaeng Bontonompo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kotanya berada di Kelurahan Kelurahan Tamallayang yang berjarak sekitar 18,5 Km ke arah selatan dari ibu kota Kabupaten Gowa atau ditempuh dengan perjalanan darat kurang lebih 45 menit dari Kota Makassar. Angngaru berasal dari kata dasar aru, yang artinya adalah sumpah. Sedangkan angngaru (bersumpah) adalah ikrar yang diucapkan orang – orang Gowa pada jaman dulu. Ritual ini menyampaikan simbol jaminan keselamatan dan kenyamanan selama acara berlangsung atau selama mengunjungi tempat. Ikhtiar kita sebagai warga negara adalah ikut serta dalam pembangunan, dengan memahami bahwa adanya nilai-nilai kehidupan pada budaya aru, maka perlu melestarikan sebagai warisan leluhur yang masih relevan dengan situasi saat ini (Lutfi Mappasomba). Angngaru merupakan sastra lisan yang mempunyai esteika bahasa denotasi dan konotasi dengan nilai-nilai sastra yang dominan. Sastra adalah artefak budaya yang menyajikan tuntunan hidup (moral, etika, dan spiritualitas), pengetahuan, dan ajang perekat sosial yang mendekatkan hubungan antaranggota masyarakat. Syair Angngaru termasuk puisi-puisi rakyat yang memanfaatkan pilihan kata (diksi) berupa bahasa daerah Makassar yang sudah arkhais (jarang digunakan), kata-kata tersebut mengandung nilai estetis, menggunakan ungkapan-ungkapan klise penuh simbol. Kaderisasi generasi penutur Angngaru seusia anak Pendidikan Dasar secara berkelanjutan hanya sebatas harapan. Metode yang digunakan adalah metode penugasan (praktik) per peserta sebanyak 10 anak usia Sekolah Dasar dan anak usia Selokah Lanjutan pertama. Hasil PkM Skema Dosen adalah telah menpraktikkan pembacaan “Angngaru” dan menetapkan dua peserta terbaik sebagai cikal bakal pelanjut generasi “Angngaru”, di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

Published

2022-09-30

Conference Proceedings Volume

Section

Artikel