Perlawanan Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Menolak Kebijakan Neoliberal di Pesisir Selatan Kulon Progo
Keywords:
perlawanan petani, neoliberalisme, ekstraktivisme, Accummulation by DispossessionAbstract
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan PT Jogja Magasa Iron mensosialisasikan rencana penambangan pasir besi kepada masyarakat pesisir selatan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta pada pertengahan tahun 2006 silam. Petani lahan pantai menolak rencana penambangan tersebut karena penambangan akan merampas lahan pertanian mereka yang telah puluhan tahun menjadi sumber penghidupan. Penambangan juga akan merusak ekosistem pesisir. Pada tahun 2007, petani lahan pantai mendirikan Paguyuban Petani Lahan Pantai-Kulon Progo (PPLP-KP) untuk menghimpun kekuatan petani melawan rencana penambangan. PPLP-KP melakukan perlawanan terbuka (overt resistance) seperti berdemonstrasi, memasang poster-poster perlawanan di wilayah pesisir, berdoa secara masal (mujahadah), dan memboikot pilot proyek pabrik pasir besi di wilayah pesisir. Perlawanan tertutup (hidden transcript) juga dilakukan, seperti mengeksklusi warga pesisir yang mendukung rencana penambangan pasir besi. Pada tahun 2014, pemerintah menunda rencana penambangan tersebut tanpa kejelasan. Sampai saat ini, PPLP-KP tetap Bersatu menolak rencana penambangan dan semua aktivitas yang berpotensi merampas lahan pertaniannya. Perlawanan PPLP ini merupakan bentuk perlawanan terhadap ektraktivisme yang dilakukan oleh pemerintah dan sektor bisnis. Perlawanan tersebut merefleksikan premis kelima teori David Harvey dimana Accummulation by Dispossession yang mendorong perlawanan. Tulisan ini akan mendeskripsikan bagaimana PPLP-KP mempertahankan perlawanannya selama 18 tahun.
Downloads
Published
Conference Proceedings Volume
Section
License
Copyright (c) 2024 Eka Zuni Lusi Astuti
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.